Minggu, 13 April 2014

Stasiun Lawang

lawang_1

Stasiun Lawang merupakan stasiun kereta api yang terletak di Mulyoarjo, Lawang, Malang, dan merupakan stasiun yang letaknya paling utara di Kabupaten Malang.

lawang_2
Rumah dinas Stasiun Lawang

Merupakan stasiun tertinggi di Daerah Operasi VIII Surabaya, yakni pada ketinggian +484 m, jalur kereta api dari Stasiun Bangil - Stasiun Lawang merupakan jalur terterjal di DAOP 8 Surabaya.
Stasiun Lawang (LW) merupakan stasiun kereta api yang terletak di Mulyoarjo, Lawang, Malang dan merupakan stasiun yang letaknya paling utara di Kabupaten Malang. Stasiun Lawang merupakan stasiun tertinggi di Daerah Operasi VIII Surabaya, yakni pada ketinggian +484 m. Akibatnya, jalur antara Bangil-Lawang yang berjarak 31 km tergolong terjal, di mana Stasiun Bangil yang notabene merupakan stasiun percabangan antara jalur Surabaya, Malang, dan Probolinggo terletak pada ketinggian +9 m, sehingga kemiringan jalur adalah 15,3%. Sementara itu, walaupun sempat menanjak setelah lepas stasiun ini, jalur ke selatan relatif menurun.
Stasiun Lawang terletak tepat di pinggir jalan utama Malang-Surabaya, dan di seberang pasar ke arah utara, jalur kereta api akan melintas di bawah jembatan layang.
Stasiun Lawang didirikan pada tahun 1887 yang menjadikan stasiun ini sebagai bangunan tertua di Lawang.

Pada tanggal 23 September 2009 pukul 13.05, rangkaian kereta api pengangkut BBM yang tengah kosong menabrak toko perlengkapan sablon yang berada di Selatan Stasiun Lawang. Diduga rem KA blong. Akibat kejadian ini, 1 orang tewas dan 7 orang luka-luka.

di bawah ini gambar stasiun lawang dari berbagai sumber di google:





Minggu, 09 Maret 2014

Tur Sejarah Kereta Api

Provinsi Jawa Tengah, khususnya kota Semarang menjadi penting dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. Pembangunan sistem perkeretaapian pertama oleh Hindia Belanda dimulai dari kota ini yaitu stasiun Samarang NIS sampai dengan desa Tanggung sepanjang 26 Km. Peresmian dilakukan dengan pencangkulan pertama oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr LAJ Baron Sloet van den Beele pada hari Jumat 17 Juni 1864. Setelah selesai, jalur lintas kereta api ini dioperasikan untuk memenuhi keperluan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867. Pembangunan jalur rel kereta api pertama ini dilakukan oleh perusahaan swasta Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV NISM), dibawah pimpinan Ir JP de Bordes.

Pembangunan jalur jalan rel untuk kereta api tersebut kemudian dilanjutkan oleh perusahaan-perusahaan lain dari negeri Belanda baik di Jawa, Sumatra dan Sulawesi hingga menjadi sebuah jaringan yang utuh seperti yang dapat dilihat sekarang ini. Namun sayang beberapa jalur kereta api tersebut saat ini sudah ditutup dan hanya tersisa bekas-bekas dan kenangan bahwa pada masa lalu terdapat jalur kereta api di wilayah tersebut.

Pusat Pelestarian Benda Dan Bangunan PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) berinisiatif untuk membuka kembali beberapa jalur bersejarah dan memiliki keunikan tersendiri untuk dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan akan datang dalam bentuk pariwisata sejarah perkeretaapian Indonesia. Pariwisata ini lebih difokuskan pada penyampaian pesan-pesan moral bahwa hilangnya suatu sistem pada suatu kawasan maka akan berpengaruh pada nilai sosial dan budaya masyarakat.

Pusat Pelestarian Benda Dan Bangunan PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) memotivasi masyarakat untuk selalu memelihara dan melindungi Benda Cagar Budaya yang merupakan aset bangsa ini agar proses pengembangan budaya dan sosial dalam suatu kawasan dapat berkesinambungan. Obyek-obyek Pariwisata Sejarah Perkeretaapian, antara lain :
IkonKereta WisataDeskripsiJalur Wisata
spoor_ambarawa_icon
Ambarawa
Kereta wisata Ambarawa (Jawa Tengah) ditarik lokomotif uap bergigiB25 02 atau B25 03 yang menarik 2 (dua) kereta penumpang berdinding kayu. Di dinding kereta penumpang tidak ada kaca jendela sehingga penumpang dapat menikmati semilir angin nan sejuk dan indahnya pemandangan selama 2 (dua) jam perjalanan
Ambarawa - Bedono (9 km)
dan
Ambarawa - Tuntang (10 km)
makitam_icon
Kereta Wisata Danau Singkarak dan Mak Itam
Kereta wisata Padang Panjang - Sawah Lunto yang melintasi Danau Singkarak menjadi salah satu pemandangan menarik yang disuguhkan dalam perjalanan ini, dan juga Kereta wisata "Mak Itam" dengan lokomotif uap E10 60 yang menarik kereta penumpang berdinding kayu. Yang membuat sensasi luar biasa dan nostalgia adalah ketika kereta wisata ini memasuki terowongan Lubang Kalam dengan diiringi asap dan lengkingan suara dari lokomotif uap
Padang Panjang - Sawahlunto - Muara Kalaban (9 km)
jaladara_icon
Jaladara
Kereta Wisata Jaladara ditarik lokomotif uap C12 18 akan melewati Jalan Slamet Riyadi, jalan utama kota Solo (Jawa Tengah), dan akan singgah di beberapa  tempat perhentian dalam satu trip pulang pergi, diantaranya industri kreatif di Solo yaitu industri batik di Kampung Laweyan, Loji Gandrung, keraton Solo dan lain-lain. Selain itu penumpang dapat merasakan sensasi naik kereta uap kuno di tengah kota
Purwosari - Solo Kota (6 km)
218126_217397741607450_100000116760730_1006282_501126_n
Wisata Kereta Api Tanjung Priuk - Jakarta Kota.Perjalanan wisata  menyusuri jalur kereta api yang mempunyai jalur elektrifikasi pertama di Indonesian yaitu dari Tanjung Priuk sampai dengan Master Cornelis (Jatinegara) serta menikmati keindahan arsitektur bangunan cagar budaya perkeretaapian Indonesia.Jakarta Kota - Jatinegara -Tanjung Priuk (30 km).
slidemedan1North Sumatra Vintage MemoriesPerjalanan wisata menikmati keindahan jalur kereta api peninggalan Deli Spoorweg Maatschapijj, jalur kereta api eksotik di utara pulau Sumatra. Dengan lokomotif diesel hidrolik yang masih terawat hingga kini, dan juga menggunakan kereta wisata maupun reguler menjadi satu perjalanan menembus sejarah kejayaan kereta api ranah Medan.Medan - Belawan - Siantar - Tebing Tinggi

Bagi yang berminat, hubungi :
Unit Pelestarian Benda dan Bangunan 
PT Kereta Api Indonesia (Persero)
Stasiun Gambir, Lantai 2
Jalan Medan Merdeka Timur 17
Jakarta 10110
Phone: +62 21 37095553, +62 21 3516061
Fax: +62 21 37175959


Minggu, 09 Februari 2014

Stasiun Pasar Senen Jakarta


Stasiun Pasar Senen atau lebih populer disebut sebagai Stasiun Senen saja adalah stasiun kereta api yang terletak di Kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat, yang merupakan salah satu daerah tua di Jakarta. Nama Senen diambil dari nama sebuah pasar yang dibuka oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1733 sebagai fasilitas perdagangan di pinggiran kota Weltevreden yang sekarang disebut Gambir. Pasar itu disebut Pasar Senen karena pada jaman dulu memang hanya buka pada setiap hari Senin saja. Pada masa kepemimpinan Gubernur Hindia Belanda Van der Parra, Pasar Senen semakin ramai sehingga akhirnya dibuka setiap hari. Ramainya Pasar Senen menarik perhatian para pedagang asal Cina untuk melakukan usaha di Pasar Senen dan menetap secara berkelompok membentuk sebuah perkampungan di sana. Setelah kemerdekaan hingga tahun 1975, Senen merupakan pusat perdagangan kota Jakarta yang semakin berkembang dengan dibangunnya Pusat perdagangan Senen atau proyek Senen pada masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin (1960-1970) dan di tahun 1990 dibangun pula super blok modern Atrium Senen.

Perkembangan kawasan Pasar Senen membutuhkan dukungan fasilitas transportasi yang memadai, salah satunya kereta api, yang oleh pemerintah kolonial Belanda mulai dioperasikan sekitar tahun 1887.
Awalnya stasiun Pasar Senen hanya merupakan tempat pemberhentian sementara kereta api jalur Batavia-Bekasi yang dibuka pada tahun 1894 oleh Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij (BOS). Dalam perkembangan waktu dengan semakin meningkatnya jumlah penumpang, maka dibangunlah Stasiun Pasar Senen sekitar tahun 1916 oleh Staats Spoorwegen (SS) dan diresmikan tanggal 19 Maret 1925.

Tampak depan bangunan Stasiun Pasar Senen dari halaman parkir terlihat bangunan tempat penjualan tiket dan kanopi tambahan pada pintu masuk utama. Bangunan karya arsitek J. Van Gendt itu berbentuk memanjang simetris dengan variasi dan penekanan dimensi bangunan yang lebih tinggi pada Hall seperti yang biasanya terdapat pada bangunan umum bergaya Neo-Indische yang merupakan peralihan ke gaya modern. Pengaruh arsitektur Modern terlihat dari deretan lunette atau jendela atas pada bangunan Hall yang berbentuk persegi dan teratur seirama dengan pintu-pintu lengkung di bawahnya. Karakter vernakular atau penyesuaian dengan iklim setempat terlihat pada bentuk atap limasan yang mendominasi, dengan penambahan atap teritisan diatas pintu masuk hall untuk melindunginya dari air hujan sehingga terlihat seperti bangunan dua lantai.
Saat ini Stasiun Pasar Senen melayani kereta api kelas bisnis dan kelas ekonomi ke berbagai tujuan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dikelompokkan menjadi Jalur Utara dan Jalur Selatan. Untuk melayani jalur - jalur tersebut Stasiun Senen memiliki enam jalur sepur yang dibagi menjadi tiga jalur di barat dan tiga jalur di timur dipisahkan oleh bangunan emplasemen panjang dan terbuka beratap pelana dengan struktur baja. Antara emplasemen barat (bangunan utama) dan emplasemen timur dihubungkan dengan terowongan yang melintas di bawah rel kereta. 

Stasiun Pasar Senen terus dibenahi untuk melayani pertumbuhan penumpang yang semakin meningkat sehingga bangunannya saat ini telah mengalami berbagai perubahan dan penambahan, antara lain penambahan teras berkanopi pada pintu masuk utama, kanopi pada emplasemen barat, ruang pembelian tiket di bagian depan serta pembenahan fasilitas ruang tunggu di kedua emplasemen.

Pintu masuk untuk peron yang melayani jalur utara, dengan pintu berbentuk lengkung yang merupakan sentuhan gaya Romanticism. Penggunaan lantai keramik memberikan kesan bersih dan kemudahan dalam perawatan. Kombinasi warna putih dan abu-abu berulang pada lantai dan dindingnya. Konsol atap koridor yang diekspos memperkuat karekter ruang.
Ruang tunggu dilengkapi dengan deretan kursi berbahan Fiber. Penggunaan warna putih pada dinding, lantai dan kursi memberi kesan bersih. Estetika ruang tersebut terletak pada komposisi lunette atau jendela kaca pada dinding bagian atas dan ventilasi yang dibingkai dengan list segiempat.

Suasana terowongan di bawah rel yang menghubungkan emplasemen barat dan timur merupakan sarana sirkulasi bagi penumpang yang akan menuju luar kota untuk kereta jalur utara. Untuk menghilangkan kesan monoton dan gelap digunakan warna kombinasi putih dan cokelat muda dengan list cokelat tua sebagai penanda arah.

Emplasemen barat dan timur dipisahkan oleh jalur sepur satu, dua, dan tiga yang merupakan jalur untuk tujuan luar kota. Kedua emplasemen dihubungkan dengan terowongan di bawah rel. Suasana peron dan lobby di malam hari. Konstruksi yang terekspos menunjukkan betapa kokohnya bangunan Stasiun Pasar Senen.

Minggu, 26 Januari 2014

Stasiun Gubeng Surabaya

sgu1
Stasiun Surabaya Gubeng tampak depan

Stasiun Surabaya Gubeng adalah salah satu diantara tiga stasiun kereta api di kota Surabaya selain Stasiun Surabaya Kota dan Stasiun Pasar Turi. Stasiun Surabaya Gubeng merupakan stasiun terbesar dan menjadi tempat keberangkatan utama dari semua kereta api jalur selatan dan timur di kota Surabaya.Pada awalnya stasiun ini didirikan oleh perusahaan kereta api Staats Spoorwegen (SS) pada tahun 1878 untuk keperluan mengangkut tentara.

Bangunan lama Stasiun Gubeng dibangun pada sisi barat rel dengan gaya aristektur Indische yang kental dengan ornamen besi tempa baik pada pinggiran atap maupun pada jalusi pintu dan jendela. Bangunan ini sudah mengalami beberapa kali renovasi, diantaranya atap peron yang direnovasi pada tahun 1905 dan atap bangunan lobby utama direnovasi pada tahun 1928. Setelah digunakan untuk waktu yang lama, pada tahun 1990 ditambahkan bangunan baru di sisi timur rel yang lebih luas untuk menampung pertumbuhan penumpang yang semakin tinggi.

Karakter arsitektur bangunan pintu masuk atau hall utama Stasiun Gubeng berkesan kokoh namun akrab karena adanya pintu dan jendela-jendela lengkung yang berderet di sepanjang teras bangunan sehingga memberikan kesan terbuka. Jendela-jendela dihias dengan jalusi ornamen besi berpola floral yang merupakan ciri seni dekorasi Art Nouveau yang populer pada akhir abad 18.

sgu2
Arsitektur dan Ornamen yang terdapat di Stasiun Surabaya Gubeng

Puncak bangunan utama Stasiun ini, yang menjadi landmark dihias dengan ornamen besi pada pinggiran atap, moulding pada dinding dan jendela kaca bulat pada bagian tengah menciptakan nuansa klasik-tradisional.

Deretan pintu lengkung dan jendela-jendela besar pada bagian depan stasiun menciptakan kesan terbuka. Atap peron berupa struktur ringan dengan kolom-kolom besi profil yang mendukung atap pelana lebar dengan penutup seng. Selain memberikan kesan ringan, rangka-rangka besi profil tersebut sekaligus menjadi ornamen yang menciptakan karakter stasiun yang bernuansa klasik. Kesan terbuka dan merakyat pada bagian depan stasiun sepintas mirip suasana teras sebuah masjid.

Lengkungan diatas pintu yang bertumpu pada pilaster memberi kesan klasik. Terlihat konstruksi besi pada sambungan antara kolom dan rangka atap. Profil konsol besi dengan lubang-lubang di tengahnya merupakan gagasan cerdik memadukan efisiensi struktural dan estetika.